Islam mewajibkan seorang muslim untuk terus menjaga keimanannya, dengan merefleksikan enam rukun iman tentunya dapat menuntun setiap hamba untuk terus bertaqwa dan terjaga dari kemungkaran. Salah satunya dengan mempercayai akan kebesaran Allah SWT yang terkandung dalam Asmaul Husna. Rasulullah secara eksplisit menyebutkan bahwa Allah memiliki 99 nama lain yang indah. Adapun 99 nama tersebut menunjukkan sifat-sifat kebesaran Allah yang maha segalanya dan menjadikan kesempurnaan-Nya. Namun, sebenarnya masih banyak kata yang menunjukkan kebaikan akan tetapi selain dari 99 nama yang telah ditetapkan, kita tidak diperbolehkan secara individu untuk menambahkan dengan sesukanya.
Asmaul Husna juga sering digunakan untuk pembuka dalam lantunan do’a. Hal ini menjadi keistimewaan tersendiri karena dalam makna yang terkandung dalam lafadz Asmaul Husna mengandung pemohonan sesuai dengan apa yang dilantunkan dalam do’a, sesuai dengan firman Allah SWT:
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (QR. Al-Araf : 180).
Sifat-sifat baik dan terpuji yang terkandung dalam Asmaul Husna hanyalah melekat pada Dzat Allah. Apabila ada manusia yang ingin menyerupainya baik secara sifat, kemampuan maupun kemuliaannya maka tidak akan mampu mencapai kesempurnaan baik secara subtansi atau kapasitas yang serupa seperti Dzat Allah SWT. bahkan sifat yang melekat dan dipandang oleh manusia kurang baik serta buruk seperti Al-Mutakabbir, lafal tersebut justru menunjukkan makna kebesaran Allah yang haqiqi.
Al Mutakabbir memiliki makna keagungan atau kemahabesaran, dengan kata dasar takabbara-yatakabbaru dan berasalkan dari kata kabura yang memiliki makna diantaranya berat, besar, dewasa, lanjut usia, tua, kekuasaan, agung, kagum, angkuh, sombong, enggan, tinggi, pemimpin.
Ibn Mandzur menjelaskan bahwa lafal Al Mutakabbir adalah Zat yang tidak dapat disentuh oleh kezaliman hamba-Nya, karena ia Maha Agung lagi Maha Besar. Maka sifat Al Mutakabbir yang melekat pad Allah SWT merupakan tendensi yang positif, menggambarkan keagungan dan kebesaran yang dimiliki oleh Dzat yang paling suci serta menunjukkan makna terpuji.
Sedangkan takabbur yang melekat pada manusia mampu membinasakan amal kebaikan. Seseorang yang memiliki sifat sombong dalam kehidupannya sehari-hari adalah orang yang sedang sakit secara mental, hal tersebut akan membawa murka Allah jikalau terdapat manusia yang memiliki sifat dari takabbur. Sudah dapat dipastikan sifat takabbur merupakan bentuk sifat tercela bagi manusia. Walaupun begitu, ada ungkapan yang menyatakan bahwa “sesungguhnya sombongnya kepada orang yang sombong adalah sedekah”.
Menurut psikologi, manusia yang memiliki sifat Al-Mutakabbir atau takabbur disebut dengan megalomania, yaitu penyakit yang menganggap dirinya sendiri besar. Di era modern ini megalomania sering disebut dengan narcissistic personality disorder (NPD), menurut Diagnostic and Statisctical Manual of Mental Disorders (DSM-5) NPD adalah gangguan kepribadian yang meliputi pola kebesaran, kebutuhan akan kekaguman, dan kurangnya empati. Adapun bentuk perilaku yang ditunjukkan oleh NDP sebagai berikut:
- Memiliki rasa kepentingan diri yang berlebihan, Melebih-lebihkan prestasi yang diraih atau ingin diakui berprestasi dari pada yang lain.
- Disibukkan dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuatan, kepandaian, kecantikan.
- Keistimewaan yang dimiliki menjadikan selektif dalam pergaulan yang hanya mau bergaul dengan yang setara.
- Merasa memiliki hak atas perlakuan yang istimewa, seperti perilaku yang menyenangkan atau kepatuhan dari orang lain.
- Mengeksploitasi orang lain untuk mencapai tujuan mereka sendiri.
- Tidak memilki empati akan kebutuhan orang lain.
- Sering iri terhadap orang lain dan merasa bahwa orang lain juga merasa iri padanya.
- Menunjukkan perilaku dan sikap yang arogan serta angkuh.
Namun dengan demikian kita tidak diperbolehkan untuk melakukan justifikasi secara personal bahwa diri kita termasuk pada sifat narcissistic personality disorder maupun kepada orang lain, penyakit mental ini perlu didiagnosa oleh mereka yang ahli sesuai dengan alat ukur yang dapat dipertanggung jawabkan.
Sebagai seorang muslim alangkah baiknya kita menghindari perilaku dari NDP atau takabur yang telah diuraikan di atas, sebagai bentuk untuk menjaga keimanan dan bertaqwa dengan melaksanakan apa yang telah disyariatkan serta menjauhi apa yang telah diharamkan. Wallahualam Bissawab.
Refrensi
Nuri Meilan, Kholid Al-Walid, Solehudin. 2017. Makna Al-Mutakabbir dalam Al Qur’an (Studi Kajian Semantik). Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir. No. 2. Vol. 1.
Mahbib Khoiron. 2021. Tabel 99 Asmau Husna dan Artinya. Diakses dari https://islam.nu.or.id/ubudiyah/99-asmaul-husna-dan-artinya-1T8jl
Melinda Smith, Lawrence Robinson. 2023. Narcissistic Personality Disorder. Diakses dari https://www.helpguide.org/articles/mental-disorders/narcissistic-personality-disorder.htm
Paroma Mitra, Dimy Fluyau. 2023. Narcissistic Personality Disorder. Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK556001/