Hadratussyaikh Kiai Haji Hasyim Asy’ari (1871-1947 M) meninggalkan ragam karya, baik berupa karya fisik, organisasi dan intelektual. Salah karya intelektual Hadratussyaikh adalah kitab an-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin, tentang cinta kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Dalam kitab tersebut, terdapat bab khusus tentang ragam indikator yang harus tersedia dalam diri seseorang jika ingin dikatakan benar-benar cinta kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kalau saja ragam indikator itu tidak ada yang tersedia dalam diri seseorang yang mengaku cinta, maka cinta itu bisa dikatakan sebatas klaim semata.
Indikator pertama: Mengikuti sunah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mengikuti tradisinya dalam berucap dan bertindak, mengerjakan perintahnya dan tidak mengerjakan apa yang dicegahnya, berakhlak dan bertatakrama dengan akhlak dan tatakramanya, baik dalam keadaan mudah, sulit, senang ataupun benci. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
.قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ
Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu.
Indikator kedua: Memilih apa yang disyariatkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bersungguh-sungguh dalam mengalahkan syahwat dan hawa nafsu. Hal itu sesuai dengan hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari sahabat Anas bin Malik RA.
قاَلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بُنَيَّ إِنْ قَدَرْتَ أَنْ تُصْبِحَ وَتُمْسِيَ لَيْسَ فِي قَلْبِكَ غِشٌّ لِأَحَدٍ فَافْعَلْ ثُمَّ قَالَ لِي يَا بُنَيَّ وَذَلِكَ مِنْ سُنَّتِي وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ
Anas bin Malik RA berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata kepadaku: “Wahai anakku, jika kamu mampu pada pagi hari dan sore hari tanpa ada dengki dalam hatimu kepada seorang pun, maka lakukanlah,” kemudian Rasulullah bersabda kepadaku: “Wahai anakku, itu termasuk dari sunnahku, barang siapa menghidupkan sunnahku, berarti dia mencintaiku dan barang siapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di surga.”
Seseorang yang bisa mengisi pagi dan sore dengan sunah berupa tanpa adanya iri dengki dalam hatinya, bisa dikatakan ia sebagai pemilik cinta yang sempurna kepada Allah dan Rasulullah (kaamilul mahabbah lillah wa rasulihi). Sedangkan orang yang tidak sepenuhnya mengikuti sunah Nabi, atau mengikuti sebagian saja, orang tersebut bisa dikatakan sebagai pemilik cinta yang kurang (naaqish al-mahabbah).
Indikator ketiga: Sering menyebut nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sebab orang yang mencintai seseorang seharusnya sering menyebutkan nama seseorang yang dicintainya.
Indikator keempat: Sering rindu ingin bertemu dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, karena sesungguhnya, setiap kekasih memang senang bertemu dengan kekasihnya.
Indikator kelima: Memuliakan dan mengangungkan ketika menyebut nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menampakkan kekhusyukan dan ketawadhuan.
Indikator Kelima: Mencintai orang yang bernasab kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu para keluarga Nabi, mencintai para sahabatnya dari kalangan muhajirin dan anshar. Memusuhi orang atau kelompok yang memusuhi dan membenci para keluarga dan sahabat Nabi. Karena sesungguhnya, orang yang mencintai sesuatu pasti mencintai orang yang mencintainya dan membenci orang yang dibenci oleh kekasihnya.
Indikator keenam: Membenci orang yang membenci Allah dan Rasul-Nya, memusuhi orang yang memusuhinya, tidak mendekati orang yang menentang sunah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menekan mereka.
Indikator Ketujuh: Mencintai al-Quran, dengan cara membacanya, mengamalkan, memahami, cinta kepada sunah Nabi dan tidak melampau batas-batas sunah Nabi. Sahal ibn Abdullah al-Tastari Rahimahumullah berkata:
عَلاَمَةُ حُبِّ اللهِ حُبُّ اْلقُرْآنِ، وَعَلَامَةُ حُبِّ اْلقُرْآنِ حُبُّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَامَةُ حُبِ النَّبِيِّ حُبُّ السُّنَّةِ، وَعَلَامَةُ حُبِّ السُّنَّةِ حُبُّ اْلآخِرَةِ وَعَلَامَةُ حُبِّ اْلآخِرَةِ بُغْضُ الدُّنْياَ وَعَلاَمَةُ بُغْضِ الدُّنْياَ أَنْ لاَ يُدَّخِرَ مِنْهاَ اِلَّا زاَداً وَبُلْغَةً اِلىَ الداَّرِ اْلأَخِرَةِ
Artinya: “Tanda mencinta Allah adalah mencintai al-Qur’an, tanda mencintai al-Qur’an adalah mencintai Nabi, tanda mencintai Nabi adalah mencintai sunah, tanda mencintai sunah adalah mencintai akhirat, tanda mencintai akhirat adalah membenci dunia, tanda membenci dunia adalah tidak menyimpannya kecuali untuk tambahan dan kecukupan rumah akhirat.”
Indikator kedelapan: Belas kasihan kepada umat Nabi, bekerja demi kemaslahatan mereka dan menolak bahaya yang berpotensi menimpa umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Indikator Kesembilan: Membenci orang yang mengajak mencintai dunia, kemudian memilih menjadi dan berprilaku sebagai orang fakir. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepada sahabat Abu Said al-Khudri RA:
اِنَّ الْفَقْرَ اِلىَ مَنْ يُحِبُنىِ أَسْرَعُ مِنَ السَّيْلِ مِنْ أَعْلَى اْلواَدِى اَوِ اْلَجبَلِ اِلىَ أَسْفَلِهِ
Artinya: Sesungguhnya, jalan orang fakir yang mencintaiku ke arahku lebih cepat daripada aliran banjir dari atas jurang atau gunung yang turung ke bawahnya.”
Cinta kepada Nabi memiliki indikator-indikator yang dapat menjadi petunjuk, keterangan, ukuran hingga tingkat pencapaian tentang situasi dan kondisi cinta kita kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ketersediaan semua indikator cinta menunjukkan akan cinta yang sempurna. Sedangkan ketidaklengkapan indikator menunjukkan cinta yang penuh keterbatasan.
Adapun ketidaktersediaan indikator cinta kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang bersamaan dengan pengakuan cinta kepadanya bisa dikatakan sebatas klaim semata.
Discussion about this post