Fitrianti Mariam Hakim dalam “Perkembangan Hadits dan Ahli Hadis di Indonesia” mengatakan jika sejak abad ke 17, kajian hadis di Indonesia sudah berkembang, hal itu dibuktikan dengan ditemukannya karya kajian hadits Nuruddin Ar-Raniri berjudul karyanya Hidayat al-Habib fi al-Targhib wa al-Tarhib, serta Abdul Rauf As-Singkili berjudul Al-Mawa‘izd al-Badi‘ah. Kemudian dilanjutkan oleh KH. Mahfudz al-Tarmasi, dan disambut oleh murid-muridnya, hingga sekarang menjadi kurikulum pokok pondok-pondok pesantren di Indonesia.
Dalam “Perkembangan Pemikiran Hadis di Indonesia”, Mohamad Barmawi lebih jauh menelaah karakteristik dan model di Indonesia, dari 30 lebih tokoh yang di amatinya. Kajian ini bisa dibilang sebagai pengembangan dari kajian Howard M. Federspiel dalam Hadith Literature In Twentieth Century Indonesia.
Syaikh Abdillah dalam “Perkembangan Literatur Hadis di Indonesia Abad Dua Puluh” mengatakan jika literatur hadis yang lumrah dipelajari di Indonesia tidak kurang dari 50 judul. Diantaranya adalah al-Arba’in al-Nawawiyah, Bulugh al-Maram, dan Riyadh al-Shalihin. Begitu juga di Pesantren Darut Tauhid Injelan Sampang, Madura. Dimana selain dikaji, kitab-kitab tersebut juga dihafalkan oleh santrinya.
Profil Ponpes Darut Tauhid Injelan
Pondok Pesantren Darut Tauhid Injelan berada di Desa Panggung, Sampang, Madura. Resmi berdiri pada tahun 1967 M di bawah asuhan KH. Abdul Bari, seorang santri dari KH. Hasyim Asy’ari. Nama tersebut merupakan pemberian Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki pada tahun 1981 M, yang sebelumnya bernama Mambaul Ulum Injelan. Dikatakan, jika logo pondok tersebut dibuat sendiri oleh Sayyid Alawi.
Berawal dari sebuah madrasah bernama al-Ittihad yang berdiri pada tahun 1933 M, pesantren tersebut terus berkembang. Mulai dari terbentuknya tingkatan Tsanawiyah (mu’allimin mu’allimat) pada tahun 1967 M, kemudian tingkatan Aliyah pada tahun 1991 M, hingga sekarang memiliki afiliasi kelembagaan yang menyebar di Kota Sampang, Bali, Bogor, Bekasi, Jakarta, dan Kalimantan lewat jejaring alumni yang telah berhasil mendirikan lembaga pendidikan.
Interpretasi Hadis di Darut Tauhid Injelan
Dalam acara Tahfidzul Kutub milad ke-95 yang upload di YouTube @daruttauhidinjelan, selain demonstrasi hafalan kitab seperti Amtsilatul Tashrif, Nadhom Maqsud dan lainnya, terdapat demonstrasi hafalan hadits dan al-Quran Juz Amma atas tingkatan yang berbeda. Demonstrasi hafalan tersebut merupakan upaya melihat hasil belajar santri selama satu tahun ajaran.
Setiap kelas dari tingkatan yang ada memiliki program Tahfidzul Kutub tersendiri. Misalnya Amtsilatul Tashrif karya KH. Maksum Maskumambang untuk kelas 4 Ibtidaiyah, Nadhom Maqsud karya al-Thahthawi untuk kelas 5 Ibtidaiyah, al-Qur’an Juz Amma untuk kelas 1 Tsanawiyah, dan Alfiyah Ibnu Malik untuk kelas 2 dan 3 Tsanawiyah.
Program menghafal hadits, merupakan program yang dianjurkan pada santri kelas 6 Ibtidaiyah dengan kitab Arbain Nawawi karya Imam Nawawi dan Mukhtar al-Hadits karya Habib Umar bin Hafidz. Total jumlah hadits yang dihafalkan sekitar 101 hadits. Adapun Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi diperkususkan untuk tingkatan Aliyah dengan anjuran 300 hadist untuk kelas 1, mencapai 800 hadist untuk kelas 2. Sementara untuk kelas 3 berfokus pada program pengembangan dakwah Islam yang dikenal Lembaga Dakwah Islam Bil Hal (LADAIH).
Menurut Ustadz Sonhaji (pengurus pondok), program hafalan hadits ini sudah berjalan lima tahun. Setelah sebelumnya kitab hadits dan tafsir di sana hanya dikaji sebagaimana pada umumnya. Meski begitu, program tersebut tidak bersifat mutlak (wajib), hanya saja dianjurkan dan selalu diadakan setiap tahunnya.
Embrionya sebenarnya bisa dibilang sudah mulai diperkenalkan dengan sejak tahun 2018 M. Dengan menjadikan kitab-kitab hadits sebagai pelajaran pokok. Misalnya di tingkatan Tsanawiyah memasukkan Fathul Qorib Mujib ‘Ala Tahdzib al-Targhib Wa al-Targhib karya Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki dalam kurikulum.
Tepat saat mulai berkecimpungnya putra-putra pengasuh kedua Ponpes Darut Tauhid (KH. Muhaimin Abdul Bari) usai studi mereka, yakni KH. Faizul Amin dan KH. Muhammad Abdul Bari. Dimana masing-masing merupakan alumni Rubath Tarim Asuhan Habib Salim al-Syatiri dan Darul Musthofa asuhan Habib Umar bin Hafidz di Tarim, Yaman yang memang diketahui baik dalam kajian haditsnya.
Model dan Orientasi Kajian Hadits di Darut Tauhid Injelan
Jika diamati, model kajian hadis di Darut Tauhid Injelan tergolong tradisional, dimana kitab-kitab hadis dikaji dengan metode sorogan, bandongan, ceramah dan hafalan sebagaimana juga Khamim katakana dalam Mengkaji Hadis Di Pesantren Salaf. Dalam istilah lain
Disebut pendekatan tekstual–kontekstual. Sebab pendekatan modern lebih mengarah pada pendekatan logika-deduktif menurut Nailil Huda dalam “Orientasi Kajian Hadis Kontemporer Indonesia”.
Sementara kitab-kitab yang diajarkan dalam kurikulum yakni cenderung tematis dan pilihan, sesuai dengan orientasi pesantren pada umumnya, yakni tafaqquh fi al-din. Dimana tema-tema tersebut akan mempermudah santri untuk melakukan kontekstualisasi dengan problema disekitar kehidupan mereka. Selain juga dilengkapi kajian seperti Musthalah al-Hadits dan semacamnya. Kemudian terkait, demonstrasi dan tanya jawab hafalan yang diselenggarakan PP. Darut Tauhid, tidak lain sebagai upaya penanaman karakter kritis dan responsif, dimana itu berkaitan dengan orientasi dakwah keislaman.
Kesimpulan
Kajian Hadits di Darut Tauhid Injelan, bisa dibilang tidak jauh beda dengan kajian-kajian hadis di Pondok pesantren lain di Indonesia. Namun agenda demonstrasi di depan khalayak umum justru memperkuat visi dakwah pesantren sebagai Lembaga Dakwah Islam. Hal itu bisa dilihat dengan program dalam tingkatan akhir di pondok tersebut. Yakni dalam Lembaga Dakwah Islam Bil Hal, santri akan ditugas berdakwah ke masyarakat sekitar setiap bulan secara acak, sebelum pada akhirnya melaksanakan penugasan dalam 1 tahun penuh.
Discussion about this post