Jika Anda penuh tekanan menghadapi prilaku pemimpin negeri ini yang makin jauh dari keadilan, saya sarankan baca buku ini. Buku yang lumayan tebal (635 halaman) ini tidak cuma menghibur karena Anda dongkol, tapi juga menginspirasi.
Buku biografi yang ditulis oleh Abdurrahman Al Syarqawi dan diterbitkan oleh Qaf ini bercerita tentang sosok yang sebenarnya sejak dulu saya dengar, tapi tidak tahu detailnya. Dialah Umar bin Abdul Aziz. Silsilah dari sang Ibu nyambung kepada Sayyidina Umar bin Khattab, Khalifah kedua setelah Abu Bakar. Jika namanya sama, itu dimaksudkan agar meneladani datuknya, seorang Khalifah yang cerdas, tegas, dan adil.
Benar. Umar bin Abdul Aziz mirip. Beliau sebagai Amirul mukminin yang ke 8 dari Bani Umayyah, mengganti Khalifah Sulaiman yang menjabat sebelumnya, betul-betul sosok Khalifah yang adil dan mendayagunakan seluruh kebijakan pemerintahannya untuk kemaslahatan rakyatnya. Pemerintahannya sangat singkat. Sekitar 2,5 tahun.
Di samping Sayyidina Umar, beliau mengidolakan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Khalifah ke 4 yang juga sepupu dan menantu Rasulullah. Makanya, Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai Khalifah Bani Umayyah yang bersikap adil terhadap Ahlul Bayt. Berbeda dengan Khalifah dari Bani Umayyah lainnya yang cenderung kurang menghargai keberadaan Ahlul Bayt . Bahkan sejak Muawiyah, Khalifah pertama Bani Muawiyah hingga Khalifah Sulaiman yang memerintah sebelum Umar, di setiap khutbah Jum’at celaan terhadap Ahlul Bayt sebagai sesuatu yang biasa. Pada masa Umar berubah, di setiap khutbah Jum’at dilarang mencela Ahlul Bayt.
Buku ini detail menceritakan kehidupan Umar sejak kecil di Mesir bersama Ibu dan Ayahnya Abdul Aziz yang menjadi Gubernur. Di Mesir beliau sudah menunjukkan tanda-tanda sebagai calon pemimpin yang alim dan adil. Beliau haus ilmu. Usia remaja beliau menuntut ilmu agama di Madinah. Di sana beliau menuntut ilmu kepada para tabi’in, salah satunya Saab bin Al Musayyib.
Selesai menuntut ilmu beliau berada di Damaskus, pusat kekuasaan Umayyah ketika itu. Beliau dinikahkan dengan ana Khalifah Abdul Malik. Pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik, beliau sempat dipilih menjadi Gubernur Madinah. Selama menjabat, Umar selalu menjalankan prinsip Syura dalam membuat kebijakan, dengan mengumpulkan para ulama di Madinah dan mendiskusikan sebelum diputuskan. Hal itu untuk memastikan kebijakannya benar secara agama dan adil serta maslahah untuk rakyatnya.
Sayang, atas provokasi Al Hajjaj, gubernur Irak yang beliau benci karena diktator dan otoriter, Umar dipecat oleh Al Walid. Meski akhirnya beliau diminta lagi menjadi menteri mendampingi Sulaiman, Khalifah yang menggantikan Walid karena meninggal dunia. Dalam pemerintahan Sulaiman banyak kebijakan yang diputuskan setelah minta pertimbangan dari Umar. Bahkan tak jarang Umar tegas menasehati Sulaiman dalam soal-soal kebijakan yang merugikan rakyat atau memintanya untuk memecat pejabat yang dzalim.
Sepeninggal Sulaiman, beliau terpilih menjadi Khalifah atas wasiat Sulaiman sendiri. Tetapi beliau mengumpulkan para ulama dan pejabat untuk meminta konfirmasi apakah setuju atau tidak jika beliau menjadi Khalifah. Setelah mendapat persetujuan beliau baru mau menjadi Khalifah.
Hal pertama yang dilakukannya setelah menjadi Khalifah adalah menyerahkan seluruh hartanya ke kas negara. Beliau memilih hidup Zuhud. Bahkan singgasana raja ia serahkan diganti dengan tempat duduk biasa. Tempat duduk pun kemudian diganti dengan tikar sebagai tempat untuk menerima tamunya.
Selama kurang lebih 2,5 tahun beliau berhasil membangun tata kelola pemerintahan dengan baik, memecat pejabat yang dzalim dan korup menggantinya dengan pejabat yang pro rakyat. Membangun Baitul Mal sebagai lumbung kesejahteraan rakyat, membangun supremasi hukum, mengembalikan hak-hak Ahlul Bayt, meminta keluarga Bani Umayyah untuk menyerahkan harta yang menjadi hak negara, dan lain-lain.
Menyangkut keadilan dan kesejahteraan rakyat, Umar sangat serius memperhatikan. Beliau membentuk Tim khusus untuk “blusukan” (bukan blusukan pencitraan) mencari kaum mustadhafin, faqir miskin, anak yatim, pria yang cukup umur menikah tapi tak bisa memberi mahar, tuna wisma, dan kaum mustadhafin lainnya untuk ditanggung hidupnya oleh negara. Ini serius dilakukan beliau sebagai bentuk pertanggungjawaban beliau kepada Allah SWT yang akan meminta pertanggungjawaban beliau di akhirat kelak.
Soal pertanggungjawaban inilah yang selalu membuat beliau menangis mengingat beratnya kelak di hadapan Allah. Pada hal beliau sudah melepas kenikmatan duniawi yang dengan mudah diperoleh oleh seorang raja. Tetapi beliau sangat ketat menjaga untuk memperkaya diri dan keluarganya. Itu juga berlaku untuk istri dan anak-anaknya yang hidup dalam laku Zuhud, jauh dari gemerlap dan kemewahan sebagai keluarga raja lainnya.
Apa dampak beliau dalam memimpin negara? Di masa akhir kepemimpinannya orang mau bersedekah sulit menemukan orang yang mau menerima karena semua rakyatnya hidup dalam kesejahteraan. Saking adilnya, serigala lari ke hutan dan tak mau makan domba peliharaan rakyatnya.
Beliau wafat karena diracun. Ada dugaan dilakukan oleh keluarganya sendiri dari Bani Umayyah yang menentang kebijakannya karena Umar membatasi hak mereka menggunakan kekayaan negara untuk memperkaya diri dan hidup mewah sebagaimana keluarga raja sebelumnya.
Discussion about this post