Beberapa tahun belakangan ini, kita masyarakat muslim di Indonesia banyak disuguhkan perdebatan menyangkut nasab orang-orang Arab dari klan Ba’alawi di Indonesia: tentang ketersambungan dan ketidaktersambungannya nasab mereka secara biologis, secara geneologis kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Banyak yang mengatakan bersambung, banyak juga yang mengatakan tidak bersambung dengan argumentasi historis masing-masing. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mempunyai banyak sekali keturunan biologis di seluruh penjuru dunia, baik dari cucu yang bernama Hasan maupun Husein.
Di Indonesia, nasab kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam belakangan tampak dimonopoli oleh orang-orang dari klan Ba’alawi Yaman saja. Seorang ulama keturunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari jalur Hasan (syarif) yang lahir di Makkah kemudian melarikan diri ke Indonesia setelah pembubaran Kekhalifahan Ustmaniyah di Turki, setelah kalahnya Syarif Husain bin Ali dari Ibnu Saud yang menyerang dan mengalahkannya pada 1924 M. Keturunan ulama itu karena leluhurnya bukan dari Yaman, bukan dari klan Ba’lawi jadi seperti bukan keturunan Nabi. Masalahnya, keturunan Nabi telah dimonopoli oleh mereka sebuah klan dari Yaman.
Ada tiga orang Indonesia yang menempuh jalan kritis terhadap kumpulan orang-orang yang mengaku sebagai keturunan Nabi dalam Ba’alawi. Orang pertama menganggap, Ba’alawi bermasalah secara kesejarahan, terutama menyangkut nasab mereka yang bersambung kepada Rasulullah SAW. Orang kedua menganggap, orang-orang Ba’alawi bahaya bagi masa depan Islam di Indonesia. Mereka melakukan hadramautisasi semua sendi keislaman di Indonesia. Menjadi bahaya karena Islam Indonesia berpotensi besar kehilangan tradisi, seperti hubungan Islam dan budaya Nusantara, Islam dan nasionalisme dan lain sebagainya. Orang ketiga mengganggap, orang-orang Ba’alawi bermasalah dengan konsep keagamaan mereka yang sering disampaikan di depan umum. Doktrin mereka mengarah kepada perbudakan, menjauhkan masyarakat dari ilmu pengetahuan, penuh cerita karamah yang sulit dilacak kebenarannya, dan lain sebagainya.
Menurut saya, kalau pada akhirnya masyarakat muslim di Indonesia banyak yang tidak percaya, menolak konsep karamah dalam tradisi mistisisme Islam, maka yang harus bertanggung jawab adalah orang-orang Ba’alawi dan orang-orang Wahabi. Di mulut mereka, di panggung keagamaan, karamah jadi lebih mirip dengan dongeng pengantar tidur. Sedangkan bagi orang dan sejarah Wahabi, karamah, wali memang tidak ada.
Kalau para nabi diberi mukjizat, maka orang-orang wali dan orang-orang saleh diberi karamah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mukjizat bagi Nabi Muhammad yang paling inti adalah al-Qur’an al-Karim. Sedangkan mukjizat selain al-Qur’an banyak sekali dan terus terbarukan dan bertambah (mutajaddidah mutayazidah) sebagaimana terbarukan dan bertambahnya karamah dari Allah SWT kepada para wali yang beragam kontekstual, karena sejatinya karamah para wali dan orang-orang saleh adalah mukjizat nabi-nabi mereka (karamat al-auli’ min mukjizaati nabiyyihim).
Karena hal ini, karamah para wali pasti memiliki DNA, yaitu mukjizat para nabi seperti cerita suguhan makanan dan minuman yang tidak terlalu banyak di kediaman orang saleh tapi bisa mencukupi konsumsi banyak orang karena keberkahan. Hal itu DNA-nya adalah mukjizat Nabi yang pernah memperbanyak air minum dan makanan dengan keberkahan (taktsir al-mai wa al-tha’am).
Mukjizat Nabi Muhammad pernah berbentuk ramalan masa depan, seperti ketika beliau pernah mengatakan tentang cucunya yang bernama Hasan bin Ali, yang melalui tangannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mendamaikan dua kelompok besar dalam umat Islam. Puluhan tahun setelahnya, oleh sejarah, momentum itu dicatat sebagai rekonsiliasi pengikut setia Ali bin Abi Thalib (Syi’ah Ali) dan pengikut setia Mua’wiyah bin Abi Sufyan (Syi’ah Mu’awiyah). Mukjizat Nabi Muhammad juga pernah berbentuk kabar tentang para sahabatnya yang kemudian menjadi kenyataan, pengkabulan doa dengan presisi tinggi bagi seorang individu atau masyarakat.
Dalam kenyataan kita hari ini, narasi tentang karamah yang disampaikan oleh orang-orang Ba’alawi di panggung-panggung keagamaan tampak dan rasanya membosankan, bertentangan dengan nalar keislaman banyak orang. Ada beberapa alasan tentang situasi dan kondisi ini:
Pertama, orang-orang dalam Ba’alawi terlalu sering bercerita tentang keutamaan diri, kelompok dan tanah kelahiran mereka. Kedua, orang-orang Ba’alawi mengajak umat tunduk pada ahlul bait, dan yang dimaksud ahlul bait adalah mereka, tidak yang lain. Ketiga, cerita-cerita tentang karamah yang disampaikan oleh orang-orang Ba’alawi adalah karamah menyangkut tokoh-tokoh dari kelompok mereka sendiri, dari keluarga dan kampung halaman mereka sendiri. Selain, itu karamah yang disampaikan sulit dilacak DNA-nya yang bersambung kepada mukjizat Nabi Muhammad, seperti seorang habib yang dikabarkan mampu mematikan neraka jahannam, hanya saja ia malu kepada Allah. Seorang habib yang bercerita tentang habib lain yang mampu menurunkan rantai emas dari langit sampai ke bumi. Belum lagi seorang habib yang diceritakan bisa menurunkan hujan susu dari langit.
Hari ini, kita menyaksikan perang antara Iran dan Israel selama 12 hari. Iran, negara yang pemimpin tertingginya bernama Ayatullah Sayyid Ali Khamenei diyakini sebagai keturunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ayatullah Khamenei merupakan keturunan Imam keturunan Imam Ali Zainal Abdidin yang terus bersambung kepada Imam Husein, hingga kepada Rasulullah.
Kehebatan perang ini adalah bagaimana Iran mampun memberikan perlawanan dan pembalasan kepada Israel dan Amerika Serikat dengan balasan yang setara, seimbang bahkan lebih. Langit Israel bisa dipenuhi dengan rudal balistik yang kemudian menghantam daratan mereka. Ahlul Bait di Iran telah mengajak kita kepada revolusi Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karamah Ahlul Bait di Iran adalah menurunkan hujan rudal balistik supersonik dari langit Tel Aviv yang kemudian menghantam halaman rumah orang-orang yang telah melukai, membunuh dan menghancurkan saudara-saudara di Palestina. “Ahlul Bait” dari Yaman di Indonesia meminta kita menyembah mereka, mengajak pada doktrin, kepada dongeng seperti karamah bisa menurunkan hujan susu. Karamah yang tidak bisa menjaga kehormatan umat Islam hari ini. Karamah yang hanya bikin tubuh-tubuh umat Islam lengket semua dari susu.
Discussion about this post