Apabila kita hendak menuju Banyuwangi melalui Jember dan akan menaiki Gunung Gumitir yang membelah dua kabupaten tersebut, kita akan disuguhkan rindangnya alam sekitar. Setelah melewati gapura perbatasan kabupaten Jember, kita akan disuguhkan sebuah bangunan cungkup pemakaman setelah tikungan sebelum menaiki Gunung Gumitir. Yups… makam tersebut adalah makam salah satu ahlul Bait Rasul dari klan Ba’alwi atau lebih tepatnya dari marga Al Hamid yang merupakan peranakan marga Syaikh Abu Bakar bin Salim. Tersebutlah makam Asy Syahid Al Habib Ali bin Abdullah Al Hamid yang merupakan salah satu tokoh Ansor yang menjadi korban keganasan PKI dan syahid pada akhir tahun 1965.
Makam ini menjadi destinasi wajib bagi penulis pribadi ketika bepergian dari Banyuwangi–Jember dengan mengendarai sepeda motor. Tentunya penulis juga mengenal baik dengan juru kunci makam ini yang bernama Ustadz Fathullah, asal Lumajang dan kemudian berkeluarga di daerah Garahan, Jember dan pada tahun 1999 ia mendapat amanat dari keluarga besar Habib Ali Al Hamid sebagai juru kunci makam.
Berdasarkan hasil dialog yang penulis lakukan secara intensif dengan beliau, didapati bahwa Habib Ali ini masih terhitung sebagai keponakan dari Habib Sholeh bin Muhsin al Hamid yang makamnya berada di dekat Stasiun Tanggul, Jember. Habib Ali sendiri dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun 1353 Hijriyah atau bertepatan tahun 1934 Masehi dari pasangan Sayyid Abdullah bin Salim bin Ahmad Al Hamid dan ibu Arbiyah. Jejak keilmuan beliau belum kami dapatkan informasi yang detail dari Ustadz Fathullah, namun yang pasti pada tahun 1964 karir beliau melejit menjadi Ketua GP Ansor Jember.
Barulah di penghujung tahun 1965, sebuah peristiwa besar yang merupakan rentetan dari G30S (Gerakan 30 September) PKI menimpa Habib Ali. Beliau dijebak oleh gerombolan PKI yang tidak suka dengan aksi “ganyang PKI” dari kalangan ABRI dan Ansor NU ketika masa itu masih masa gembor–gembornya seusai pembunuhan 6 Jenderal dan 1 Perwira di Jakarta. Akhirnya beliau dijebak dengan siasat adanya sebuah aduan bahwa salah satu anggotanya di tangkap di balai desa Silo oleh pihak Polsek dan ABRI setempat. Ternyata setelah Habib Ali datang ke lokasi, beliau baru menyadari bahwa sebenarnya, Habib Ali–lah yang dijebak guna dijadikan sebagai target pembantaian kalangan PKI dan akhirnya beliau diculik serta diseret di kaki gunung Gumitir guna dieksekusi.
Empat kali timah panas diluncurkan ke tubuh beliau tidaklah membuat Habib Ali lekas mati menurut penuturan Ustadz Fathullah. Hal tersebut dikarenakan Habib Ali memiliki ilmu kanuragan dari Hizib Sakran dan Hizib Nashar yang sering beliau baca. Hal itu juga yang membuat pimpinan PKI ini kewalahan dan geram, akhirnya ia mengancam jika Habib Ali tidak dapat dibunuh. Maka ia dan gerombolan PKI lainnya tak segan–segan menghabisi istri dan kedelapan anaknya beserta anggota Ansor lainnya. Mendengar keluarga dan jama’ahnya terancam, akhirnya Habib Ali dengan pasrah melepaskan semua ilmu kanuragannya dan beliau berhasil dieksekusi oleh gerombolan PKI tersebut. Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji’un….
Zaman Gestapu telah berlalu dan hal tersebut membuat kesulitan keluarga Habib Ali untuk mencari keberadaan makam beliau yang pada awalnya masih tidak diketahui. Barulah di tahun 1993, menurut penuturan Ustadz Fathullah. Makam Habib Ali ini ditemukan oleh putra sulungnya, Habib Faishol bin Ali (bermukim dan mendirikan Pesantren Al-Hamidiyyah di Ketapang, Banyuwangi) pada tahun 2022 ketika masih hangat–hangatnya isu keabsahan nasab Ba’alwi diragukan oleh sebagian pihak disusul dengan adanya isu makam–makam palsu.
Makam Habib Ali ini juga dirumorkan oleh sebagian pihak yang tidak menyukainya dengan membuat video dan menebar hoaks di Youtube serta menyatakan bahwasannya makam Habib Ali ini palsu.
Ketika penulis sengaja menanyakan kepada ustadz Fathullah langsung di penghujug bulan Agustus tahun 2023 lalu perihal ini, beliau hanya mengelus dada dan geleng–geleng kepala seraya berujar dalam bahasa Madura, “Mak bisah bede orreng se gebei fitnah masalah astanah Habib Ali nekah (Kok bisa-bisanya ada orang yang membuat fitnah seperti ini masalah makamnya Habib Ali)”. Lanjut kata ustadz Fathullah, “Padahal tahun 2002 saya pernah ketemu dengan orang eks PKI yang dulu sempat jadi eksekutor pembunuhannya Habib Ali”.
Dapat kita ambil kesimpulan, bahwa di tengah isu nasab yang saat ini masih blunder, masih ada habaib dari klan Baalwi yang secara harakah (gerakan) mengambil peran membela tanah air ini bahkan merelakan nyawanya sebagai taruhan ketika peristiwa Gestapu (Gerakan Tiga Puluh September) 1965 ini meletus. Kita sebagai generasi penerus bangsa hendaknya bisa meneladani, bahwa tidak harus dari leluhur siapakah kita diwajibkan membela negara ini. Akan tetapi selama kita masih tinggal dan lahir di bumi Nusantara ini, kita wajib mempertahankan kemerdekaannya yang telah dirintis oleh para leluhur pendiri bangsa kita. Wallahu A’lam Bishowwab…..
Discussion about this post