Sungkemkiai.com
kirim tulisan
  • Kolom
  • Telaah
  • Khazanah
  • Mozaik
  • Syariah
  • Tasawuf
  • Uswah
  • Tokoh
  • Doa
  • Khutbah
No Result
View All Result
  • Kolom
  • Telaah
  • Khazanah
  • Mozaik
  • Syariah
  • Tasawuf
  • Uswah
  • Tokoh
  • Doa
  • Khutbah
No Result
View All Result
Sungkemkiai.com
No Result
View All Result
  • Kolom
  • Telaah
  • Khazanah
  • Mozaik
  • Syariah
  • Tasawuf
  • Uswah
  • Tokoh
  • Doa
  • Khutbah
Home Telaah

Markesot Mencari Kebenaran

Fathur Roziqin Oleh Fathur Roziqin
6 Maret 2024
A A
Resensi Buku: Markesot Mencari Kebenaran

Resensi Buku: Markesot Mencari Kebenaran

Jika Anda bertanya buku apa yang bagus namun ringan dibaca dan menawarkan perspektif menarik dan mendalam tentang suatu hal tetapi tidak membosankan dibaca dalam mengisi waktu senggang, maka jawabannya adalah buku-buku karya Emha Ainun Nadjib. Atau sapaan yang biasa dikenal Cak Nun.

Dalam sekian banyak karyanya, Cak Nun selalu menghadirkan sesuatu yang bikin pembaca berpikir dan berkontemplasi atas sejumlah esai-esai pendeknya; yang panjangnya dalam buku ini hanya dua halaman, tidak lebih.

Meskipun karya itu panjangnya hanya dua halaman dan ditulis secara populer seperti layaknya sebuah status di Facebook namun cukup berbobot menandingi karangan kaum elite. Itu terlihat sekali pada pemilihan kalimat-kalimat dan cara-cara berpikir dalam menggandeng kita melalui kisah Markesot untuk memiliki jati diri sebagai seorang pembelajar.

Buku itu setebal 216 halaman dan dibagi ke dalam 8 bagian. Pada tiap-tiap bagian memuat tema-tema tertentu. Penulisan dan penyajian esai-esai dalam buku itu dialogis-dialektis-reflektif; terkadang juga agak humoris, seolah pembaca diajak ngobrol bersama mengenai tema tertentu dengan suasana santai bahagia. Buku itu memuat perbincangan mengarah pada soal keagamaan dalam perkumpulan pengajian yang membahas mengenai tafsir Al-Quran.

Kita akan lihat bagaimana Cak Nun dalam salah satu esainya yang pendek itu mengangkat hal-hal sederhana (dan juga tak sesederhana itu) lalu diolah dan disorot sedemikian rupa dengan perspektif segar dan sejuk membuat kita sebagai pembaca merenung.

Suatu kali Tarmihim, Sundusin, Brakodin memiliki pikiran titik berat masing-masing dalam memahami firman di Surah An-Nahl: 125. Kita kutip perkumpulan orang-orang yang menganggap dirinya orang-orang biasa itu dalam dialog menarik berikut:

“Al-Quran bukan buku pelajaran sekolah, bukan kepustakaan akademik di universitas, juga bukan buku modern kaum cendekiawan turunan pola filosofi dan manajemen ilmu Yunani kuno,” kata Markesot. “Teman-teman di sekitar saya dan anak cucu sampai generasi kelak di kejauhan waktu akan terus mengalami kehidupan yang ganjil sehingga pelatihan utama mereka adalah berpikir genap…”

“Belum pernah mendengar yang ini saya, Cak,” kata Tarmihim.

“Hidup ini penuh keganjilan maka harus dilayani dengan kebiasaan berpikir yang genap …”

“Hidup ini ganjil bagaimana?” Sundusin menyusul bertanya.

“Dengan kegenapan pikiran dan ilmu saja tidak mudah mengurusi ganjilnya kehidupan, apalagi kalau pikiran kita sendiri ganjil. Seluruh pengetahuan dan ilmu kita hanya ganjil, sedangkan yang tidak kita ketahui, yang volumenya jauh lebih besar, adalah kegaiban yang menggenapinya.”

“Agak retak kepala saya,” sahut Brakodin.

“Karena pencipta semua ini sendiri adalah Sang Mahaganjil. Satu. Tunggal. Ahad. Namun, ganjilnya Ahad adalah segenap-genapnya kegenapan. Allah itu Mahaganjil karena Mahagenap. Allah itu Mahagenap maka terasa ganjil pada terbatasnya penglihatan dan penghayatan manusia. Sudahlah, pokoknya selalu teguhkan ‘Qul huwallahu ahad‘…”

Lihatlah bagaimana Cak Nun menyajikan sebuah percakapan bermutu dalam penggunaan kalimatnya sehari-hari yang terasa ringan dan enak dibaca sehingga kita sebagai manusia biasa dituntut secara halus oleh Cak Nun terus berpikir dan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tanpa pernah sekalipun merasa paling benar di antara kemungkinan kebenaran yang ada terhadap penafsirannya sendiri soal Tuhan.

Saya jadi menebak-nebak, jangan-jangan yang dimaksud Markesot dalam buku ini, Siapa Sebenarnya Markesot? adalah penulisnya itu sendiri. Atau siapa pun di antara manusia yang sekarang sedang belajar dan terus mencari kebenaran tanpa perlu sekali pun merasa paling benar sendiri atas persepsinya tentang jalan menuju Tuhan itu sendiri.

Dan memang sebagai manusia kita dituntut terus menerus mencari kebenaran. Dengan mencari kebenaran, berarti kita menggunakan daya berpikir kita. Itu artinya kita belajar. Karena kita belajar kemungkinan salah dan benar adalah hal yang memungkinkan selalu kita lakukan. Karena itu, pesan bahwa jalan merasa paling benar di antara kemungkinan kebenaran lain adalah hal yang perlu jadi tameng kita dalam beragama.

Kesadaran demikian menunjukkan bahwa kemanusiaan kita masih sehat dan jauh dari sifat menang sendiri dalam perjalanan manusia mencari kebenaran. Sebagai penutup, kita coba kutip tameng yang biasa Markesot pakai ini:

“Jangan menagih saya hal kebenaran karena kebenaran milik Allah. Hanya ada di sisi-Nya atau di genggaman-Nya. Kita dan saya hanya diciprati sangat sedikit. Kewajiban saya dan kita hanyalah setia berproses mencarinya, bukan harus mencapainya.”

Sow, gimana perjalanan Anda kini menjadi manusia, Kisanak?

Tags: Emha Ainun NadjibResensi Buku
Fathur Roziqin

Fathur Roziqin

Pegiat Literasi dan Pengulas Buku Bagus. Mahasiswa Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

POSTINGAN TERKAIT

Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17
Telaah

Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17

18 Agustus 2025
KH. Ahmad Mudjab Mahal
Telaah

Menilik Dua Tafsir Khas Indonesia Karya KH. Ahmad Mudjab Mahalli Yogyakarta

16 Agustus 2025
Tafsir Surah Al-Fatihah dalam Al-Ibriz dan Al-Iklil
Telaah

Tafsir Surah Al-Fatihah dalam Al-Ibriz dan Al-Iklil

5 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak

Discussion about this post

TERBARU

Memahami Waria yang Dirahmati Allah dalam Karya al-Ghazali

Memahami Waria yang Dirahmati Allah dalam Karya al-Ghazali

26 Agustus 2025
Zaid: Dari Contoh Nahwu ke Cermin Peradaban

Zaid: Dari Contoh Nahwu ke Cermin Peradaban

24 Agustus 2025
Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17

Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17

18 Agustus 2025
Santri membentangkan bendera Merah Putih

Hari Kemerdekaan ke-80: Momentum Santri Menyuarakan Amanah Rakyat

17 Agustus 2025
KH. Ahmad Mudjab Mahal

Menilik Dua Tafsir Khas Indonesia Karya KH. Ahmad Mudjab Mahalli Yogyakarta

16 Agustus 2025

PILIHAN EDITOR

Bacaan Talbiyah Lengkap dengan Artinya

Bacaan Talbiyah Lengkap dengan Artinya

Oleh Redaksi
10 Juli 2023

Alumni Raudlatul Ulum Pulang Kampung: Menginspirasi dan Berbagi Ilmu di Universitas Al-Amien Prenduan

Alumni Raudlatul Ulum Pulang Kampung: Menginspirasi dan Berbagi Ilmu di Universitas Al-Amien Prenduan

Oleh Redaksi
23 November 2024

Kumpulan Kata-kata Bijak Sayyidina Ali bin Abi Thalib Penuh Makna

Kumpulan Kata-kata Bijak Sayyidina Ali bin Abi Thalib Penuh Makna

Oleh Redaksi
5 Agustus 2023

Ach. Farhan dari Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Raih Juara 3 di MHQ King Abdul Aziz Internasional

Ach. Farhan dari Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Raih Juara 3 di MHQ King Abdul Aziz Internasional

Oleh Redaksi
23 Agustus 2024

Biografi K.H. Hasyim Asy’ari: Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

Biografi K.H. Hasyim Asy’ari: Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

Oleh Redaksi
10 Juli 2023

  • Tentang
  • Kontak
  • Kirim Tulisan
  • Kontributor
  • Pedoman Media Siber

© 2025 sungkemkiai.com - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Kolom
  • Telaah
  • Khazanah
  • Mozaik
  • Syariah
  • Tasawuf
  • Uswah
  • Tokoh
  • Doa
  • Khutbah

© 2025 sungkemkiai.com - All Rights Reserved.