Ilmu tentang haid dengan segala problematikanya merupakan ilmu yang sangat penting untuk diketahui. Khususnya bagi kaum perempuan. Mengetahui ilmu tersebut adalah fardlu a’in baginya. Karena permasalahan haid memiliki banyak kaitan dengan berbagai ibadah perempuan. Mulai dari taharah, salat, membaca Alquran, puasa, i’tikaf, haji, jimak, masa iddah dan lain sebagainya.
يَجِبُ عَلَى الْمَرْأَةِ تَعَلُّمُ مَا تَحْتَاجُ إلَيْهِ مِنْ أَحْكَامِ الْحَيْضِ
“Wajib bagi perempuan belajar ilmu yang dibutuhkan dari berbagai permasalahan haid”(Kementrian Wakaf dan Urusan Keagamaan Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, [Kuwait: 1990 M./1410 H.] juz 18, hal. 294)
Menurut Ibnu Nujaim, bahaya yang muncul disebabkan tidak mengerti permasalahan haid itu lebih besar daripada bahaya yang timbul dari kebodohan terhadap ilmu-ilmu lain.
وَضَرَرُ الْجَهْلِ بِمَسَائِلِ الْحَيْضِ أَشَدُّ مِنْ ضَرَرِ الْجَهْلِ بِغَيْرِهَا فَيَجِبُ الِاعْتِنَاءُ بِمَعْرِفَتِهَا
“Bahaya yang disebabkan ketidaktahuan tentang permasalahan haid lebih besar dari pada ketidaktahuan terhadap ilmu yang lain. Maka wajib serius mempelajarinya.” (Kementrian Wakaf dan Urusan Keagamaan Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, [Kuwait: 1990 M./1410 H.], juz 18, hal. 294)
Bahkan bagi perempuan diperbolehkan keluar rumah tanpa seizin suami untuk belajar tentang permasalahan haid jika sang suami tidak mampu mengajarinya dan suami haram melarangnya.
Salah satu permasalahan haid yang sering terjadi adalah terkait berhentinya darah di ujung waktu sholat. Banyak dari kalangan perempuan yang belum mengetahui apa saja kewajiban yang harus dilakukan baginya? dan salat apa saja yang wajib ia lakukan?
Pada dasarnya, perempuan tidak diwajibkan mengqodlo’ salat yang ia tinggalkan dalam waktu haid. Karena jika perempuan diwajibkan mengqodlo’ seluruh salat yang ditinggalkan di masa haid, maka akan terjadi masyaqqoh (memberatkan). Hal ini berbeda dengan puasa Ramadan yang harus diganti di waktu lain bagi perempuan haid.
Perempuan hanya diwajibkan melaksanakan salat ketika darah telah berhenti. Namun, permasalahan muncul ketika darah keluar, sedangkan ia belum sempat melaksanakan salat, atau darah berhenti dengan menyisakan waktu yang tidak cukup untuk melakukan bersuci serta salat.
Permasalahan pertama, yaitu darah keluar saat belum sempat melaksanakan salat di awal waktu. Dalam kondisi seperti ini, perempuan wajib mengganti (qodlo’) salat tersebut jika keluarnya darah setelah melebihi waktu yang cukup digunakan untuk melaksanakan salat. Semisal keluarnya darah setelah tiga puluh menit masuk waktu zuhur. Katakanlah darah keluar pada pukul 12.30 siang dan waktu salat zuhur mulai jam dua belas tepat. Maka perempuan wajib mengganti salat zuhur tersebut ketika ia telah suci dari haid. Karena waktu tiga puluh menit sudah lebih dari cukup untuk melaksanakan salat, namun ia tidak segera melakukanya.
(وإنْ طَرَأ المانِعُ) فِي الوَقْتِ بَعْدَ أنْ خَلا عَنْهُ الشَّخْصُ (أوَّلَ الوَقْتِ قَدْرَ ما يَسَعُ تِلْكَ الصَّلاةِ دُونَ طَهارَةٍ يُمْكِنُ تَقْدِيمُها) عَلَيْهِ حالَةَ كَوْنِ تِلْكَ الصَّلاةِ (مُخَفَّفَةً و) لَوْ (مَقْصُورَةً لِلْمُسافِرِ لَزِمَتْ وحْدَها)
“Apabila perkara yang mencegah salat seperti darah haid keluar di awal waktu setelah melewati kadar waktu yang cukup untuk melaksanakan salat meski tidak cukup untuk bersuci, maka salat tersebut wajib baginya.“ (Zakariya al-Anshoriy, Asna al-Matholib fi Sarh Roudl al-Tholib, [Bairut, Darul Kutub al-Ilmiah: 2013], juz 1, hal. 123)
Permasalahan kedua, yaitu darah berhenti sedangkan waktu yang tersisa tidak mencukupi untuk melaksanakan bersuci dan salat. Kondisi seperti ini, perempuan diwajibkan mengganti (qodlo’) salat tersebut selama saat darah berhenti, waktu yang tersisa masih cukup untuk kadar takbirotul ihram. Selain itu perempuan juga wajib menganti salat fardlu sebelumnya, jika salat tersebut dapat dijamak dengan salat setelahnya.
Semisal darah berhenti pada waktu asar, maka perempuan wajib melaksanakan salat asar sekaligus wajib mengganti salat zuhur sebelumnya. Karena salat zuhur bisa dijamak dengan salat asar. Begitu juga ketika darah berhenti di waktu salat isya’. Maka selain berkewajiban melaksanakan salat isya’, ia juga wajib mengqodlo’ salat magrib sebelumnya. Karena salat magrib bisa dijamak dengan salat isya’.
ولو زالت الموانع وبقي قدر تحرم وخلا منها قدر الطهر والصلاة لزمت مع فرض قبلها إن صلح لجمعه معها
“Apabila perkara yang mencegah salat (haid, gila dll.) telah hilang dan masih menyisakan kadar waktu yang cukup untuk takbirotul ihram, maka ia wajib melakukan sholat tersebut serta mengganti (qodlo’) salat fardlu sebelumnya jika salat tersebut bisa dijamak.” (Zakariya al-Anshoriy, Manhaj at-Tullab, [Bairut, Darul Kutub al-Ilmiah: 2013], juz 1, hal. 13)
Perlu diketahui bahwa ketentuan di atas tidak hanya berlaku bagi perempuan haid saja. Namun juga berlaku bagi setiap orang yang di dalam dirinya terdapat perkara yang mencegah (mani’) keabsahan salat. Seperti nifas, gila, epilepsi dan lain sebagainya. Demikian penjelasan materi singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.