Nikah itu bertemunya dua insan yang berbeda karakter. Awal-awal pertemuan dua jiwa terasa indah, kentut yang bau pun terasa harum bagi pasangannya. Tapi jika sudah lama rasa bosan selalu menghantui.
Kekalnya pernikahan bukan karena harta. Sering kita jumpai suami-istri yang saling gugat cerai justru orang-orang berduit (mau saya tulis beruang takut dikira warga kebun binatang). Juga bukan karena pasangan ganteng-cantik, nyatanya perangai fisik yang rupawan disertai dengan amarah tiap hari, kekerasan fisik tiap pertengkaran hanya mampu bertahan beberapa tahun saja.
Benarlah tuntunan Nabi pembawa syariat sekaligus penuntun teladan bersabda:
لاَ تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ
“Janganlah engkau menikahi wanita hanya karena kecantikan parasnya, karena bisa saja parasnya yang cantik menjadikannya sengsara. Jangan pula engkau menikahinya karena harta kekayaannya, karena bisa saja harta kekayaan yang ia miliki menjadikan lupa daratan.”
Nikah yang awet adalah saat kita sedih, ada istri yang membahagiakan. Saat kita sakit, ada istri yang merawat. Kala anak kita lahir ada istri yang sabar membesarkannya. Inilah kelanjutan sabda Nabi di atas:
وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ
“Akan tetapi, hendaklah engkau menikahinya karena pertimbangan agamanya/ akhlaknya”. (HR Ibnu Majah)
Discussion about this post