Saya termasuk orang yang menyaksikan ketimpangan dalam hal ilmu – bimbingan – kemampuan – semangat ibadah ke Makah yang sangat jauh. Tidak sedikit yang mampu secara keuangan, minim belajar ilmu manasik dan bimbingan yang kurang memadai tapi bisa berangkat haji dan umrah.
Contoh soal Tawaf dengan berpegang tangan suami-istri, karena kebanyakan warga Indonesia mengikuti Mazhab Syafi’i dan saat tawaf biasanya pembimbing mengarahkan “ikut Mazhab yang mengatakan tidak batal wudu” saja, tanpa menjelaskan di Mazhab siapa dan seterusnya.
Bersentuhan Tangan Suami dan Istri
Suami dan istri jika bersentuhan tangan tidak membatalkan wudu tidak perlu sampai pindah keluar Mazhab. Karena di salah satu pendapat Imam Syafi’i dijumpai perihal suami dan istri yang bersentuhan:
وقال في حرملة لا ينتقض لان عائشة رضى الله عنها قالت (افتقدت رسول الله صلى الله عليه وسلم في الفراش فقمت أطلبه فوقعت يدى على اخمص قدميه)
Syafi’i berkata dalam riwayat Harmalah bahwa wudu suami tidak batal, sebab Aisyah pernah mencari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam di malam hari (karena dulu tidak ada lampu) lalu Aisyah memagang bagian bawah kaki Nabi (padahal Nabi sedang sujud salat dan tidak membatalkan salatnya)” (Al Majmu’, 2/24).
Akan tetapi Imam Nawawi mentarjih bahwa dalil batalnya wudu suami dan istri jika bersentuhan dapat batal.
Sementara dari 4 Mazhab yang menghukumi tidak wajib berwudu adalah Mazhab Hanafi:
“قال السرخسي: “لا يجب الوضوء من القبلة ومس المرأة، بشهوة أو غير شهوة
“Tidak wajib berwudu karena mencium dan memegang istri, baik syahwat atau tidak” (Syekh As-Sarakhsi, Al-Mabsuth 1/121)
Bersentuhan Kulit Lelaki dan Perempuan
Imam Syirazi menggunakan dalil dalam Al-Quran:
ﻭﺃﻣﺎ ﻟﻤﺲ اﻟﻨﺴﺎء ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء ﻭﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﻠﻤﺲ اﻟﺮﺟﻞ ﺑﺸﺮﺓ اﻟﻤﺮﺃﺓ ﺃﻭ اﻟﻤﺮﺃﺓ ﺑﺸﺮﺓ اﻟﺮﺟﻞ ﺑﻼ ﺣﺎﺋﻞ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﻴﻨﺘﻘﺾ ﻭﺿﻮء اﻟﻻﻣﺲ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ {ﺃﻭ ﻻﻣﺴﺘﻢ اﻟﻨﺴﺎء ﻓﻠﻢ ﺗﺠﺪﻭا ﻣﺎء ﻓﺘﻴﻤﻤﻮا}
Menyentuh wanita dapat membatalkan wudu, yaitu laki-laki menyentuh kulit perempuan dan sebaliknya. Maka wudu orang yang menyentuh batal berdasarkan firman Allah: “… Atau kalian menyentuh perempuan dan tidak menemukan air maka tayamum…” (An-Nisa 43).
Bagaimana dengan kondisi Tawaf? Imam Nawawi yang mensyarah Al-Muhadzab menjelaskan:
ومما تعم به البلوى في الطواف ملامسة النساء للزحمة فينبغي للرجل أن لا يزاحمهن وينبغي لهن أن لا يزاحمن بل يطفن من وراء الرجال فان حصل لمس فقد سبق تفصيله في بابه والله أعلم
Di antara kesulitan yang telah umum dijumpai dalam Tawaf adalah bersentuhan laki-laki dan perempuan karena berdesakan. Maka dianjurkan bagi laki-laki agar tidak berdesakan dengan perempuan, juga sebaliknya. Perempuan hendaknya Tawaf di belakang laki-laki. Jika bersentuhan maka telah dijelaskan hukumnya (di bab wudu)” (Al Majmu’ 8/16).
Untuk uraian lebih jelasnya Sreeeettttt Buka kitab Majmu jilid 2/30:
(فرع) في مذاهب العلماء في اللمس قد ذكرنا أن مذهبنا أن التقاء بشرتي الاجنبي والاجنبية ينتقض سواء كان بشهوة وبقصد أم لا ولا ينتقص مع وجود حائل وان كان رقيقا وبهذا قال عمر بن الخطاب وعبد الله بن مسعود وعبد الله بن عمر وزيد بن أسلم ومكحول والشعبي والنخعي وعطاء بن السائب والزهرى
Pasal tentang Pendapat para ulama dalam persoalan bersentuhan. Sudah kami sampaikan bahwa Mazhab Syafi’i bertemunya kulit laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dapat membatalkan wudu, baik ada syahwat atau tidak, sengaja atau tidak. Tapi jika ada penghalang, meski tipis, maka tidak batal. Inilah pendapat Umar bin Khatab, Abdullah bin Mas’ud, Ibnu Umar, Zaid bin Aslam, Makhul, Syu’bi, Nakhai, Atha bin Saib, Zuhri dan lain:
المذهب الثاني لا ينتقض الوضوء باللمس مطلقا وهو مروى عن ابن عباس وعطاء وطاوس ومسروق والحسن وسفيان الثوري وبه قال أبو حنيفة لكنه قال إذا باشرها دون الفرج وانتشر فعليه الوضوء
Mazhab kedua, bersentuhan tidak batal secara mutlak. Ini adalah riwayat dari Ibnu Abbas, Atha, Thawus, Masruq, Hasan, Sufyan Tsauri. Juga pendapat Abu Hanifah, beliau berkata: “Jika menyentuh wanita selain kemaluannya dan ngacheng, maka wajib wudu”
المذهب الثالث ان لمس بشهوة انتقض والا فلا وهو مروى عن الحكم وحماد ومالك والليث واسحق ورواية عن الشعبى والنخعي وربيعة والثوري وعن أحمد ثلاث روايات كالمذاهب الثلاثة
Mazhab ketiga, bahwa bersentuhan dengan syahwat dapat batal wudu. Jika tidak ada syahwat maka tidak batal. Pendapat ini diriwayatkan dari Hakam, Hammad, Imam Malik, Laits, Rabiah, dan Tsauri. Imam Ahmad memiliki dua pendapat seperti 3 Mazhab di atas.
Kenapa tidak diarahkan pada rincian orang yang menyentuh (اللامس) dan orang yang disentuh (الملموس) saja? Saya melihat posisi Tawaf bukan soal orang yang menyentuh dan disentuh, tapi saling bersentuhan tanpa ada yang bertujuan menyentuh dulu. Terlebih di area padat mendekati Hajar Aswad, maqam Ibrahim, ketika ada pengepelan lantai, saat tiba-tiba ada orang nyelonong atau gerakan tak terduga lainnya. Imam Nawawi berkata:
ﻗﻠﺖ: ﻭﻟﻮ اﻟﺘﻘﺖ ﺑﺸﺮﺗﺎ ﺭﺟﻞ ﻭاﻣﺮﺃﺓ ﺑﺤﺮﻛﺔ ﻣﻨﻬﻤﺎ، اﻧﺘﻘﻀﺘﺎ ﻗﻄﻌﺎ ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻴﻬﻤﺎ ﻣﻠﻤﻮﺱ
Jika kulit laki-laki dan perempuan bersentuhan karena keduanya bergerak maka keduanya batal secara pasti dan tidak ada pihak yang disentuh (Raudhah, 2/75)
Kesimpulan
Boleh ikut pendapat kedua dan ketiga di atas. Apa tidak Talfiq (mencampraduk mazhab)? Ya ikut yang membolehkan saja. Sebab terlalu berat bagi masyarakat umum mempelajari bab bersuci 2 Mazhab sekaligus. Dikasih penjelasan fikih Syafii saat Manasik saja masih diulang lagi pertanyaan ketika di Makah, kok mau dibebani lintas Mazhab. Pendapat yang membolehkan Talfiq disampaikan Mufti Al Azhar:
ﻓﻔﺮﻳﻖ ﺫﻫﺐ ﺇﻟﻰ ﺻﺤﺔ اﻟﺘﻘﻠﻴﺪ ﻣﻄﻠﻘﺎ ﻭﻟﻮ ﻓﻰ ﻣﺜﻞ ﻫﺬﻩ اﻟﺼﻮﺭﺓ اﻟﻤﻠﻔﻘﺔ ﻣﻦ ﻣﺬﻫﺒﻴﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﻮﺟﻪ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻭﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ ﺫﻫﺐ اﻟﻜﻤﺎﻝ ﺑﻦ اﻟﻬﻤﺎﻡ ﻓﻰ اﻟﺘﺤﺮﻳﺮ، ﺣﻴﺚ ﺻﺮﺡ ﺑﺠﻮاﺯ اﻟﺘﻘﻠﻴﺪ ﻣﻄﻠﻘﺎ
Sekelompok ulama memilih boleh taklid secara mutlak meskipun dalam bentuk permasalahan yang menggabungkan 2 Mazhab -Talfiq- seperti contoh di atas (wudhu dan salat berbeda antara Syafi’iyah dan Malikiyah). Inilah yang dipilih oleh Syekh Kamal Al-Hammam dalam At-Tahrir bahwa taklid secara mutlak adalah boleh (Darul Ifta’ Al-Mishriyah, Ahkam At-Talfiq, hal. 172).
Discussion about this post